REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Joserizal Jurnalis dari 'Medical Emergency Rescue Committee' (MER-C) Indonesia mengungkapkan dana untuk membangun Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza, Palestina, semuanya murni berasal dari sumbangan rakyat Indonesia.
"Sampai saat ini, seluruh dana (pembangunan) untuk pembangunan RS Indonesia di Gaza itu tidak ada dana pemerintah maupun dana bantuan asing," katanya kepada ANTARA di Bogor, Jawa Barat, Ahad (22/7).
Ia menjelaskan pembangunan fisik RS Indonesia tersebut, yang kini memasuki tahap membangun lantai dua, membutuhkan total dana Rp 30 miliar. "Sampai dengan pertengahan Juli 2012, telah terkumpul donasi rakyat Indonesia dari berbagai kalangan sebesar Rp 22,8 miliar," kata dr. Joserizal Jurnalis, Sp.B.O.
Terkait dengan pembangunan lanjutan itu, kata dia, MER-C Indonesia kembali mengirimkan sebanyak empat relawan dari divisi konstruksi pada Jumat malam (20/7) berangkat ke Gaza. Mereka adalah Wanto, Sariyo, Sumadi, dan Mulyadi, yang semuanya merupakan tim teknik, untuk memulai pembangunan tahap kedua RS Indonesia di Jalur Gaza.
Ia menjelaskan pembangunan tahap dua itu akan meliputi pekerjaan arsitektur dan ME (mekanikal-elektrikal) rumah sakit. "Keberangkatan para relawan insinyur dan teknis ke Gaza ini juga merupakan bukti komitmen 'jihad para profesional'," katanya menambahkan.
Sementara itu, empat relawan itu, yakni Wanto, Sariyo, Sumadi, dan Mulyadi, mengaku bersyukur terpilih dan dipercaya untuk menjadi tim pembangunan RS Indonesia di Gaza.
Relawan yang semuanya berasal dari Pesantren Al Fatah, Cileungsi, Kabupaten Bogor itu mengaku sudah mendaftar untuk mengikuti misi pembangunan RS Indonesia ke Palestina sejak tahun 2009. Kala itu, mereka langsung membuat paspor dan akhirnya panggilan amanah tugas itu datang sekarang.
Mulyadi, salah satu anggota tim mengaku bahwa tugas itu merupakan pengalaman pertama bagi para relawan untuk misi tugas ke luar negeri. Diakui Mulyadi, ada perasaan was-was dan takut karena biasanya mereka turun membantu menjadi relawan untuk wilayah bencana di dalam negeri.
"Saya pernah ikut jadi relawan sewaktu bencana gempa di Yogyakarta," kata Wanto, selaku ketua tim.
Sementara Sumadi, pernah menjadi relawan sewaktu bencana gempa melanda Padang Sumatera Barat. "Ada perasaan takut, tapi insya Allah niat kami sudah tulus. Semoga amanah tugas ini kelak menjadi amal sholeh kami," kata Mulyadi menambahkan.
Bersurat kepada Presiden
Joserizal Jurnalis mengatakan bahwa pihaknya sebenarnya telah mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina.
"Adapun perihal surat adalah mengenai program pembangunan RS Indonesia di Gaza. Kami memandang perlu untuk menyebarluaskan informasi ini kepada para donatur dan relasi yang sudah menyumbangkan dana dan kepedulian mereka untuk program RS Indonesia di Gaza," katanya.
Ia menjelaskan bahwa surat kepada Presiden itu dikirimkan pada tanggal 15 Maret 2011 itu, terkait dengan surat yang dikirimkan Kepala Pusat Kerja Sama Kementerian Kesehatan RI yang diterima pihaknya pada 14 Maret, Nomor PR.03.02/2/262//2011, sebagai jawaban atas surat MER-C kepada presiden dengan tembusan kepada Menkes mengenai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pemerintah Indonesia dengan Bank Pembangunan Islam (IDB).
Dalam surat itu disebutkan bahwa pada prinisipnya MER-C mendukung pemerintah Indonesia yang ingin membantu masyarakat Palestina. "Karena kami yakin semakin banyak bantuan untuk rakyat Palestina, akan semakin baik untuk mereka," katanya.
"Namun, yang kami sesalkan, di sini adalah sikap pemerintah yang 'tidak transparan' dan 'tidak menepati komitmen' yang sudah disepakati sebelumnya. Wacana 'cardiac center' (pusat penanganan penyakit jantung, red.) di Gaza dalam perbincangan interdep yang digelar sepanjang tahun 2009--2010," sebut surat itu.
Disebutkan pula bahwa wacana mengenai Bank Pembangunan Islam (IDB) dilontarkan pertama kali oleh Ketua BKSAP DPR RI Hidayat Nurwahid pada pertemuan 9 Agustus 2010 di Senayan.
Kemudian, muncul lagi pada rapat interdep 26 Agustus 2010. Namun, dalam pembicaraan tersebut IDB dibahas dalam konteks sebagai lembaga yang akan menfasilitasi pengiriman dana pembanguan RS Indonesia yang berasal dari pemerintah Indonesia, dan bukan sebagai pelaksana program.
"Untuk itu, kami menduga keras pembangunan 'cardiac center' yang akan bertempat di komplek RS Shifa (Gaza City) adalah proyek IDB (berupa bangunan belum siap) yang sudah ada sejak sebelum agresi Israel akhir tahun 2008 dan pembangunannya terlantar hingga kini," katanya.
Meski demikian, kata Joserizal, MER-C akan tetap melanjutkan pembangunan RS Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza Utara meskipun pemerintah Indonesia 'sudah mengalihkan' bantuan dari program itu. "Hal ini kami lakukan semata-mata dalam rangka menyalurkan amanah dana dari rakyat Indonesia," katanya.
"Sampai saat ini, seluruh dana (pembangunan) untuk pembangunan RS Indonesia di Gaza itu tidak ada dana pemerintah maupun dana bantuan asing," katanya kepada ANTARA di Bogor, Jawa Barat, Ahad (22/7).
Ia menjelaskan pembangunan fisik RS Indonesia tersebut, yang kini memasuki tahap membangun lantai dua, membutuhkan total dana Rp 30 miliar. "Sampai dengan pertengahan Juli 2012, telah terkumpul donasi rakyat Indonesia dari berbagai kalangan sebesar Rp 22,8 miliar," kata dr. Joserizal Jurnalis, Sp.B.O.
Terkait dengan pembangunan lanjutan itu, kata dia, MER-C Indonesia kembali mengirimkan sebanyak empat relawan dari divisi konstruksi pada Jumat malam (20/7) berangkat ke Gaza. Mereka adalah Wanto, Sariyo, Sumadi, dan Mulyadi, yang semuanya merupakan tim teknik, untuk memulai pembangunan tahap kedua RS Indonesia di Jalur Gaza.
Ia menjelaskan pembangunan tahap dua itu akan meliputi pekerjaan arsitektur dan ME (mekanikal-elektrikal) rumah sakit. "Keberangkatan para relawan insinyur dan teknis ke Gaza ini juga merupakan bukti komitmen 'jihad para profesional'," katanya menambahkan.
Sementara itu, empat relawan itu, yakni Wanto, Sariyo, Sumadi, dan Mulyadi, mengaku bersyukur terpilih dan dipercaya untuk menjadi tim pembangunan RS Indonesia di Gaza.
Relawan yang semuanya berasal dari Pesantren Al Fatah, Cileungsi, Kabupaten Bogor itu mengaku sudah mendaftar untuk mengikuti misi pembangunan RS Indonesia ke Palestina sejak tahun 2009. Kala itu, mereka langsung membuat paspor dan akhirnya panggilan amanah tugas itu datang sekarang.
Mulyadi, salah satu anggota tim mengaku bahwa tugas itu merupakan pengalaman pertama bagi para relawan untuk misi tugas ke luar negeri. Diakui Mulyadi, ada perasaan was-was dan takut karena biasanya mereka turun membantu menjadi relawan untuk wilayah bencana di dalam negeri.
"Saya pernah ikut jadi relawan sewaktu bencana gempa di Yogyakarta," kata Wanto, selaku ketua tim.
Sementara Sumadi, pernah menjadi relawan sewaktu bencana gempa melanda Padang Sumatera Barat. "Ada perasaan takut, tapi insya Allah niat kami sudah tulus. Semoga amanah tugas ini kelak menjadi amal sholeh kami," kata Mulyadi menambahkan.
Bersurat kepada Presiden
Joserizal Jurnalis mengatakan bahwa pihaknya sebenarnya telah mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina.
"Adapun perihal surat adalah mengenai program pembangunan RS Indonesia di Gaza. Kami memandang perlu untuk menyebarluaskan informasi ini kepada para donatur dan relasi yang sudah menyumbangkan dana dan kepedulian mereka untuk program RS Indonesia di Gaza," katanya.
Ia menjelaskan bahwa surat kepada Presiden itu dikirimkan pada tanggal 15 Maret 2011 itu, terkait dengan surat yang dikirimkan Kepala Pusat Kerja Sama Kementerian Kesehatan RI yang diterima pihaknya pada 14 Maret, Nomor PR.03.02/2/262//2011, sebagai jawaban atas surat MER-C kepada presiden dengan tembusan kepada Menkes mengenai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pemerintah Indonesia dengan Bank Pembangunan Islam (IDB).
Dalam surat itu disebutkan bahwa pada prinisipnya MER-C mendukung pemerintah Indonesia yang ingin membantu masyarakat Palestina. "Karena kami yakin semakin banyak bantuan untuk rakyat Palestina, akan semakin baik untuk mereka," katanya.
"Namun, yang kami sesalkan, di sini adalah sikap pemerintah yang 'tidak transparan' dan 'tidak menepati komitmen' yang sudah disepakati sebelumnya. Wacana 'cardiac center' (pusat penanganan penyakit jantung, red.) di Gaza dalam perbincangan interdep yang digelar sepanjang tahun 2009--2010," sebut surat itu.
Disebutkan pula bahwa wacana mengenai Bank Pembangunan Islam (IDB) dilontarkan pertama kali oleh Ketua BKSAP DPR RI Hidayat Nurwahid pada pertemuan 9 Agustus 2010 di Senayan.
Kemudian, muncul lagi pada rapat interdep 26 Agustus 2010. Namun, dalam pembicaraan tersebut IDB dibahas dalam konteks sebagai lembaga yang akan menfasilitasi pengiriman dana pembanguan RS Indonesia yang berasal dari pemerintah Indonesia, dan bukan sebagai pelaksana program.
"Untuk itu, kami menduga keras pembangunan 'cardiac center' yang akan bertempat di komplek RS Shifa (Gaza City) adalah proyek IDB (berupa bangunan belum siap) yang sudah ada sejak sebelum agresi Israel akhir tahun 2008 dan pembangunannya terlantar hingga kini," katanya.
Meski demikian, kata Joserizal, MER-C akan tetap melanjutkan pembangunan RS Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza Utara meskipun pemerintah Indonesia 'sudah mengalihkan' bantuan dari program itu. "Hal ini kami lakukan semata-mata dalam rangka menyalurkan amanah dana dari rakyat Indonesia," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar