Aksi menolak disahkannya RUU PT
Pendidikan
adalah hal terpenting didalam masyarakat dan bangsa, hal pokok karena
pendidikan akan menjadi ujung tombak kemajuan dalam suatu Negara. Namun,
seiring berjalan waktu, pendidikan semakin kehilangan jati diri, bukan
salah pendidikan itu sendiri, tapi puncak kebobrokan pendidikan kita
bermula dari para pengelolanya, pendidikan tak lagi dikelola untuk
mendidik anak bangsa menjadi pintar dan bermartabat, tapi pendidikan
dikelola bak perusahaan, yang disana terdapat untung dan rugi,
pendidikan tak lagi menghiraukan tingkat moralitas yang dididik, tapi para pengelola pendidikan sekarang terkungkung kepada seberapa mahal SPP harus dinaikkan agar mendapat keuntungan alias tak mengalami kerugian dalam mengelola ‘perusahaanya’.
Lebih kurang begitu sedikit gambaran dunia pendidikan kita sekarang,
belum lagi kita melihat produk-produk dari pendidikan sekarang,
walaupun tak sedikit juga ada yang sukses, tapi jika dibandingkan dengan
pendidikan beberapa waktu lalu,
kwalitas pendidikan kita semakin menurun. Namun, itu belum terlalu
signifikan kelihatan. Ketika keluar RUU PT yang hampir saja disahkan
kemaren (10/4), dunia pendidikan kita, lebih khususunya perguruan tinggi hampir jatuh ketingkat yang lebih parah. Kenapa? Karena banyak sekali potensi-potensi buruk yang bisa disebabkan dari RUU PT tersebut.
Dalam
diskusi BEM KM UGM, mereka telah menyimpulkan beberapa masalah yang
terjadi di dalam RUU PT ini. Setidaknya ada 7 masalah RUU PT ini yang akan ditimbulkan:
1. Aset Kampus Bebas Disewakan oleh Universitas dengan biaya mahal
2. Perguruan Tinggi Asing Boleh Mendirikan ‘Cabang’ di Indonesia
3. Mahasiswa yang tidak mampu akan disuruh “Berutang” kepada pemerintah dan akan dibayar setelah lulus kuliah atau sudah kerja
4. Organisasi Kemahasiswaan di Kampus akan diatur oleh Menteri
5. RUU PT adalah UU BHP Jilid II : rakyat akan semakin susah kuliah jika tidak punya uang.
6. Perguruan Tinggi Swasta akan ‘berperang’dengan Yayasan karena sama-sama berbahan hukum
7. RUU PT berpontensi melahirkan banyak RUU baru, karena semua jenis pendidikan akan minta diatur oleh pemerintah
Komersialisasi Pendidikan
DPR beralasan bahwa banyak APBN yang habis untuk membiyayai pendidikan tinggi, sehingga banyak dana yang terlokasikan kesana. Jadi, didalam RUU PT dibuatlah sebuah pasal yang mengatur bahwa seluruh pengelolaan
perguruan tinggi dikembalikan ke perguruan tinggi masing-masing.
Padahal dana yang dialokasikan untuk pendidikan tinggi sangat sedikit
sekali dari anggaran pendidikan hanya 2,5% saja, sehingga SPP peguruan
tinggi tetap tinggi, lalu kemana perginya Anggaran pendidikan yang katanya 20% dari APBN itu? Apa ini lagi-lagi ‘proyek’? Wallahua’lam. Jika RUU PT tenyata benar-benar jadi disahkan nantinya, dan tidak ada perubahan, maka secara langsung SPP akan jauh melambung tinggi.
Faktanya, jauh sebelum RUU PT ini akan diketok, sebenarnya ada hal tak wajar sudah terjadi di beberapa Perguruan Tinggi Negeri, contoh saja yang terjadi di UNAIR (Universitas Airlangga), semenjak status Unair berubah
dari Perguruan Tinggi Negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Sejak itu , biaya pendidikan naik sekitar 80 persen. Biaya masuk untuk jalur penelurusan minat dan kemampuan (PMDK) di Fakultas Kedokteran Unair naik dari Rp 75 juta menjadi Rp 150 juta. Adapun di Fakultas Ilmu Budaya Unair,
mahasiswa yang masuk di jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN) yang tadinya tidak dipungut biaya, pada tahun 2011
dipungut biaya Rp 7,5 juta. Apalagi jika nantinya RUU PT ini benar-benar
di ketok oleh DPR dan Pemerintah, tentunya komersialisasi di dunia
pendidikan tinggi tak terbendung lagi, dan efeknya adalah biaya
pendidikan tinggi melangit, dan akibatnya rakyat yang menjadi korban. Sekedar intermezo, untuk pembahasan RUU PT ini sudah menghabiskan uang Negara 2 milyar lho
Liberalisasi Pendidikan
Miris lagi, salah satu pasal dalam RUU PT tersebut menyebutkan bahwa universitas Negara lain bisa membuat cabang di Indonesia (Pasal 114). Sehingga bayangkan saja nanti ada Universitas Harvard cabang Surabaya, atau Universitas Harvard cabang Jakarta. Bagus memang secara sekilas kita bisa menikmati
pendidikan standar international katanya, tapi bagaimana nasib dengan
universitas dalam negeri? Dan yang terpenting adalah bagaimana dengan
budaya pendidikan timur kita? Apakah mau dihancurkan lagi, setelah
kemaren heboh dengan buku LKS (lembaran kerja siswa) kelas 2 SD yang
memuat cerita istri simpanan, dan akhir-akhir ini lagi dihebohkan dengan
buku pelajaran yang mengajarkan tentang komunisme. Jika RUU PT disahakan, lagi lagi, sudah jatuh ketimpa tangga lagi. Apa jadinya nasib dunia pendidikan negeri ini nantinya?
Kenapa masih diam?
Harga
BBM hampir dinaikkan, ketika itu teman-teman kita sibuk turun ke jalan
untuk memperjuangkan hak-hak rakyat dan untuk memperjuangkan kemakmuran
rakyat yang selalu menjadi korban politis para wakilnya diatas sana,
kita masih saja aman dan diam tentram, kenapa kawan? Kenapa masih
saja diam. Apa kita terlalu nyaman dengan keadaan kita yang serba
lengkap dan tak kurang apapun? Hidup dikosan yang nyaman, makan makanan
bergizi setiap hari, bayar SPP tepat waktu, pergi kuliah dengan
kendaraan yang nyaman tak perlu capek-capek, dan setiap minggu bisa
liburan. Baik itu kenyamanan yang ditimbulkan karena kita kaya, atau
kenyaman itu ditimbulkan karena kita mendapatkan beasiswa, sehingga tak
perlu lagi membayar SPP bahkan tak pergi kerja sampingan untuk mencari
bayaran uang kos atau uang makan.
Kenyamanan.
Jangan karena itu kita tak mau lagi memikirkan teman-teman kita yang
hidup sebagai mahasiswa atau bahkan yang ingin kuliah sedangkan mereka
jauh dari kecukupan, jangankan utuk membayar SPP bahkan mungkin untuk
membeli makan sehari-hari saja mereka kelinglungan. Banyak, banyak
sekali yang bernasib jauh dari keberuntungan yang kita rasakan. Dulu
waktu belum kuliah, aku berfikir keras apa aku bisa kuliah, ketika aku
melihat berita di televise terkait tingginya uang masuk ke universitas,
pada saat itu aku seperti mustahil bisa kuliah, namu nasib berkata lain,
nasib menolongku dengan beasiswa. Namun, aku tak mau ada yang sepertiku dulu,
namum nasib tak menyebelahi mereka, namun ditambah lagi dengan RUU PT
yang datang untuk mengkomersialisasi pendidikan tinggi kita, seperti
kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga lagi.
Beberapa
kali aku terpaksa mejelaskan beberapa temanku terkait RUU PT ini, sudah
berapa lama sejak kontroversi akan disahkannya pada tanggal 10 (10/4)
kemaren, tapi notabene banyak ditataran mahasiswa itu sendiri tidak tahu
akan dampak dari RUU ini, bahkan tidak tahu apa itu RUU
PT, miris. Benar-benar kita terkungkung dalam zona kenyamanan. Cukup
kawan, mulai hari ini mari kita lebih peka lagi, tanggung jawab sebagai
social control menjadi amanah berat kita. Kenapa harus takut membela
rakyat? Wong ini memang amanah kita.
Apakah
kita (mahasiswa) semuanya harus turun ke jalan demo untuk menentang RUU
ini?Aku tak mengatakan seperti itu. Sebenarnya dengan membaca tulisan
ini, dan dengan kita tahu dampak dari RUU PT atau bahkan hanya tahu apa
itu RUU PT, kita sebenarnya sudah menunjukkan tingkat kepekaan kita
terhadap perubahan-perubahan yang berindikasi merugikan masyarakat. Tapi
alangkah lebih baiknya, kita juga tak sekedar hanya tahu, tapi kita
ungkapkan rasa kepedulian kita itu dengan aksi nyata, baik itu dengan
membuat status facebook menolak RUU ini, atau membuat tweet, bisa juga
membuat tulisan dengan riset dari pemikiran kita pribadi atau bahkan
juga ikut demo. Semoga hidup kita ini sebagai mahasiswa jauh lebih
bermakna, yang tak hanya ‘ngadem’ di lab, atau sibuk
dengan kegalauan dengan pacar. Sehingga label kita (katanya) sebagai
manusia intelek tak sia-sia kita sandang dengan bangga untuk rakyat.
Hidup Mahasiswa.
Hidup rakyat Indonesia.
Adam
Ketua Umum LSM Fostra KAMMI Sepuluh NopemberSumber: http://fsldk.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar